Berikut adalah bukti-bukti tertulis kerjaan Majapahit,
yaitu :
1.
Prasasti Taji Gunung (910 M)
Berisi tentang penyebutan dewa-dewa dengan
“Om, Namassiwayanamo Buddhaya”. Artinya “Selamat, bakti kepada Siwa dan
Buddha.
2.
Prasasti Sutamrta (1296 M)
Pada lempeng Xa baris ke-dua dan ke-tiga nama dewa disebut
“Sri Maharaja, apan Sira Prabudewamurti, wirinci narayana santaratma”.
Artinya “Sri Maharaja, karena beliau adalah seorang raja penjelmaan dewa,
yaitu Wirinci (Brahma), Narayana (Wisnu), Sankara (Siwa).
3.
Prasasti Singhasari (1351 M)
Berbunyi
“komaktan .paduka bhatara sang lumah ring siwa Buddha” yang artinya sang
paduka sudah bersatu dengan siwa Buddha.
4. Prasasti Kudadu (1294 M)
Mengenai pengalaman RadenWijaya sebelum menjadi
Raja Majapahit yang telah ditolong oleh Rama
Kudadu dari kejaran bala tentaraYayakatwang setelah RadenWijaya menjadi raja
dan bergelar Krtajaya Jayawardhana Anantawikramo ttunggadewa,
penduduk desa Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.
5.
Prasasti Waringin Pitu
(1447 M)
Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre, yaitu Bhre Daha, Bhre Kahuripan, Bhre Pajang, Bhre Wengker, Bhre Wirabumi, Bhre Matahun, Bhre Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura, Bhre Kembang Jenar, Bhre Kabalan, Bhre Singhapura, Bhre Keling, dan Bhre Kelinggapura.
Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre, yaitu Bhre Daha, Bhre Kahuripan, Bhre Pajang, Bhre Wengker, Bhre Wirabumi, Bhre Matahun, Bhre Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura, Bhre Kembang Jenar, Bhre Kabalan, Bhre Singhapura, Bhre Keling, dan Bhre Kelinggapura.
6. Prasasti Canggu (1358 M)
Mengenai pengaturan tempat-tempat penyeberangan
di Bengawan Solo. Prasasti Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M). Menyebutkan tentang pengaturan sumber air
asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.
7.
Pustaka Kinjarakarna
Ditegaskan bahwa seorang pengikut Siwadan
Buddha tidak dapat mencapai pelepasan jika ia memisahkan yang sebenarnya satu,
yaitu Siwa-Buddha.
8.
Pustaka Arjunawijaya
Ketika
Raja Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para bhiksu menerangkan bahwa para Jina penunggu alam
yang digambarkan dalam patung-patung sama dengan para jelmaan Siwa.
Wairacana sama dengan Sadasiwa berada di timur, Ratnasambhawa sama dengan Brahma
berada di barat, dan Amoghasiddhi sama dengan Wisnu berada di utara.
9.
Kitab Sutasoma
Diceritakan bahwa Kalarudra,
seorang tokoh agama Hindu sangat murka kepada Sutasoma, seorang titisan Buddha
dan hendak memusnahkannya. Para
dewata mencoba meredakan kemurkaan Kalarudra dengan mengingatkan kepadanya bahwa Buddha
dan Siwa sebenarnya tidak dapat dijadikan dua (dipisahkan). Jinatawa (hakikat Jinaatau
Buddha) adalah sama dengan Sinatattwa (hakikat Siwa).
Selanjutnya diajarkan supaya orang
merenungkan Siwa-Buddha-Hattwa atau hakikat Siwa-Buddha.
10. Kitab Nagarakrtagama
Dalam beberapa prasasti Majapahit yang memuat daftar dharmmaupapatti para pejabat dapat dikelompokkan kedalam golongan Buddha dan golongan Siwa. Diantara
beberapa upappati ada yang menjabat urusan sekte-sekte tertentu seperti Bhairawapaksa,
Saurapaksa, dan Siddhantapaksa. Dari kitab Sanghyang
Kamahayanikan, diketahui terdapat sekte-sekte agama Buddha yang disebut
Sang Wadisisya Bhagawan Kapila, Sang Wadhikanabhaksasisya, Sang Wadiwesnawa,
Sakara, dan Wahyaka. Tidak hanya itu saja kedudukannya sebagai pejabat keagamaan,
para upapatti dikenal juga sebagai kelompok cendikiawan, dan kelompok
bhujangga.